Menemukan “Mentor” dalam Buku

Mentor termudah (1).jpg

Sedari pertama kali bekerja, saya beruntung punya “mentor” yakni atasan maupun senior yang baik. Dari merekalah, saya banyak belajar dan termotivasi untuk terus mengasah dan mengembangkan skill. Ya nggak hanya momen-momen di awal kerja saja, sih. Sekarang pun kalau melakukan self-review, saya merasa masih banyak skill yang perlu dikembangkan dan dipunya.

Lingkup keterampilan pun nggak terbatas hanya yang terlihat wujudnya saja, seperti bikin ini atau bikin itu. Buat saya penting juga punya beragam keterampilan yang walau nggak langsung kelihatan hasilnya, punya peran dan ikut membantu karir. Banyak lho keterampilan “di belakang layar” yang sebenarnya punya andil. Seperti keterampilan menyampaikan pendapat, mendengarkan, membagi waktu, mengatasai konflik, sampai etiket.

Di beberapa tempat kerja, ada perusahaan yang membuat mentoring program. Ada leader yang secara berkala memberi pelatihan atau berbagi pada anggota timnya dan sudah dianggap seperti mentor. Ada juga yang mengundang trainer dari luar perusahaan untuk memberi pelatihan di kantor. Tapi, kalau tidak mendapat semua itu bagaimana?

Nah, coba deh cari “mentor” melalui buku!

Temukan apa yang mengganjal

Be honest to yourself. Area mana yang masih terasa awkward, dan bikin nggak nyaman? Misalnya, dulu saya selalu merasa sungkan untuk menuangkan pendapat di internet. Dulu mikirnya, kayaknya nggak perlu deh, buat apa juga sharing ini itu. Belum tentu ada juga yang menanggapi atau punya kesukaan yang sama. Alhasil cuma share foto-foto saja di Instagram, tapi nggak jelas juga yang mau saya sampaikan apa.

Jadi berubah 180 derajat saat ketemu buku “Show Your Work” yang ditulis Austin Kleon. Di buku itu dia menjelaskan kenapa penting, dan apa manfaatnya share apa yang dibuat secara online. Buku yang begitu selesai dibaca langsung mau take action.

Kalau dipikir-pikir, saya bisa berkolaborasi dengan berbagai macam orang dan pihak, ya karena ajaran dari Austin Kleon.

Tentukan apa saja pemahaman yang mau dicari, dan keterampilan yang mau DIULIK

Keterampilan yang terlihat penting dan berguna tentu jumlahnya banyak sekali. Tapi menurut saya, nggak kalah penting untuk fokus sesuai kemampuan dan waktu luang yang dipunya.

Makin ke sini saya makin nggak suka dengan “multitasking”, termasuk saat ingin memahami sesuatu, mencoba keterampilan baru, atau mengasah keterampilan yang sudah ada. Kalau beberapa hal dilakukan secara bersamaan, apalagi yang tidak berkesinambungan, bisa-bisa malah setengah-setangah semua jadinya.

Mirip seperti saat menonton film. Apa jadinya kalau memutar tiga film yang berbeda dalam satu waktu? Mata mau lihat yang mana, atau fokus mengikuti cerita yang mana?

Tentukan secara spesifik, pilih satu, fokus, coba terjun ke situ dulu.

Beberapa penulis buku yang saya klaim sepihak sebagai “mentor” ini mungkin bisa juga kamu coba. Yang ditebalkan, itu kategori/bidang/topiknya, kemudian baru diikuti dengan beberapa contohnya.

Kalau yang kamu minati lain dari ini, coba cari di internet dengan kata kunci yang kamu inginkan. Misalnya, best books about business, atau best books about investing, and so on, you get the idea. Cek judul-judulnya, baca beberapa ulasannya di Goodreads maupun Amazon. Pilih beberapa buku yang paling terlihat menarik dari sinopsisnya, atau bisa juga baca sample-nya dulu.

Setelah baca buku, lalu apa?

Apa yang dibaca, belum tentu bisa dipraktikkan plek-ketiplek. Pasti ada perbedaan situasi, latar belakang, dan bahkan tujuan antara “mentor” tersebut dengan saya.

Saat membaca buku, biasanya saya tandai beberapa hal yang bisa saya coba. Bisa diikuti apa adanya, bisa juga perlu di-adjust dulu biar cocok dengan kebutuhan saya.

Selesai membaca, apa saja yang saya tandai untuk dicoba itu kemudian dimasukkan ke dalam planner, atau saya jadwalkan.

  • Meeting Selasa depan, coba tips xxxx dari Creativity, Inc.

  • Minggu, 4 Juli 2021, coba tips xxxx dari Getting Things Done.

  • Bikin xxxx session seperti yang dicontohkan Brené Brown di Dare To Lead. Minta pendapat dan izin dulu ke CEO.

  • Coba bikin pengkategorian yang rapi buat misahin responsibilites antar sub-divisi pakai tips dari Getting Things Done.

  • dsb.

Petakan kapan bisa mencoba atau mengetes sesuatu. Masukkan ke dalam jadwal supaya apa yang dibaca nggak berujung jadi wacana. Selesai coba, review lagi. Perlu dilanjut, perlu di-adjust ulang, atau perlu dihempaskan?

Sejauh ini, belajar dari “mentor-mentor” yang saya temukan melalui buku sangat membantu kebutuhan personal sekaligus profesional. Memang hanya satu arah, tapi saat tidak ada “mentor” sungguhan yang bisa saya tanya arahannya, buku-buku ini memberi pertolongan dan arahan yang terasa juga manfaatnya :)