Why We Sleep - Tidur yang Sering Disepelekan

rak-cerita-why-we-sleep-matthew-walker.jpg

Selera baca tiap orang sangat subjektif, dan tidak ada yang aneh dengan hal itu. Saya suka buku A, belum tentu orang lain selesai baca buku yang sama akan punya pendapat yang sama. Begitu juga sebaliknya. Menulis blog post tentang Why We Sleep ini bukan dilandaskan pada suka atau nggak, tapi karena buku ini menurut saya kaya akan informasi yang sangat penting untuk diketahui semua orang. Tentang tidur.

Tebakan saya, banyak di antara kita yang sebenarnya sudah tahu kalau dalam sehari, kita butuh tidur 8 jam. Tapi, pada praktiknya, tidak semua orang bisa tidur selama 8 jam, atau bahkan menyepelekannya. Ah, lumayan bisa tidur 6 jam semalam.Masih bisa nih nonton YouTube sejam lagi, baru jam 12, biasa juga tidur jam 1. Penyebabnya bisa dari rutinitas yang dijalani, kebiasaan yang disadari nggak baik (tapi tetap dilakukan), kebiasaan yang tidak disadari kalau ada pengaruhnya ke kualitas dan lama tidur, dan minimnya informasi tentang pentingnya tidur.

Di bukunya, Matthew Walker menjelaskan penelitian yang dia maupun scientist lain lakukan terhadap tidur. Dengan lihai ia menjelaskan istilah-istilah medis/kedokteran dengan analogi sederhana sehingga saat membacanya, saya yang hanya rakyat jelata ini tidak merasa tersesat dan terus ingin melahap halaman demi halamannya. Di buku ini, banyak sekali fakta dan hasil studi tentang tidur yang mencengangkan, yang tidak mungkin terbayangkan untuk saya cari tahu jika tidak membacanya.

Saya seakan diajak untuk menilik lebih dekat banyaknya manfaat tidur yang dibutuhkan setiap manusia setiap harinya: memperbaiki sistem kekebalan tubuh, memperbaiki metabolisme, mengatur napsu makan, menjaga keseimbangan emosi (pernah merasakan saat kurang tidur jadi lebih sensitif dan masuk ke dalam mode "senggol bacok"? That's why), sampai meningkatkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah. Saya seperti masuk ke zona baru yang benar-benar tak terpikirkan ada sebelumnya. Selain efek yang terlihat dan terasa oleh kita (lebih segar/loyo, dorongan mulai mencari kafein makin besar/tidak), tidur punya kaitan yang sangat erat dengan apa yang terjadi di otak. “Within the brain, sleep enriches a diversity of functions, including our ability to learn, memorize, and make logical decisions and choices. Benevolently servicing our psychological health, sleep recalibrates our emotional brain circuits, allowing us to navigate next-day social and psychological challenges with cool-headed composure."

Di buku ini, ada dua tipe tidur yang dijelaskan Matthew Walker:

  1. REM (rapid eye movement) sleep. Ini yang kalau tidur bola matanya seperti bergerak. Ini juga yang dulu saya kira kakak saya tidur bohongan. Di tipe tidur inilah mimpi bisa terjadi, dan badan kita lunglai seperti lumpuh.

  2. NREM (non rapid eye movement) sleep. Tipe tidur yang ini punya 4 level. Level 1-2 disebut light sleep, dan level 3-4 adalah deep sleep.

time-of-night-why-we-sleep-matthe-walker-rak-cerita.jpg

Awal tidur didominasi dengan NREM sleep, lalu mendekati waktu bangun, porsi REM sleep semakin banyak.

Lantas, dari dua tipe tidur ini, mana yang lebih penting?

Keduanya penting. Keduanya memiliki fungsi yang krusial. NREM sleep berfungsi untuk menyimpan dan memperkuat informasi-informasi yang kita konsumsi saat bangun. REM sleep yang kemudian akan menghubungkan mencari koneksi dari semua informasi baru itu, dengan pengetahuan atau informasi yang sudah kita miliki, untuk membuat kesimpulan atau memecahkan suatu masalah. “Thus, no one type of sleep is more essential than another. Losing out on any one of these types of sleep will cause brain impairment.”

Beberapa pernyataan, kepercayaan, dan kebiasaan yang selama ini sering saya dengar, atau bahkan lakukan:

  1. Sering kurang tidur, karena itulah merasa memiliki insomnia.

    Ada perbedaan signifikan tentang kurang tidur dengan insomnia yang perlu diketahui. “…sleep deprivation is considered as (i) having the adequate ability to sleep; yet (ii) giving oneself an inadequate opportunity to sleep—that is, sleep-deprived individuals can sleep, if only they would take the appropriate time to do so. Insomnia is the opposite: (i) suffering from an inadequate ability to generate sleep, despite (ii) allowing oneself the adequate opportunity to get sleep.”

  2. Alkohol bisa membantu tidur lebih nyenyak.

    Inilah salah satu kebiasaan yang dianggap sebagai solusi instan agar bisa tidur pulas. Minum dulu deh satu atau dua gelas, biar malamnya nyenyak. Padahal, alkohol tergolong sebagai sedatif atau obat penenang. “I am very deliberately avoiding the term “sleep,” however, because sedation is not sleep. Alcohol sedates you out of wakefulness, but it does not induce natural sleep. The electrical brainwave state you enter via alcohol is not that of natural sleep; rather, it is akin to a light form of anesthesia,” ujar Matthew Walker. Kita merasa tidur setelah terkena alkohol, padahal itu bukan tidur. Itu juga kenapa setelah bangun sehabis minum banyak di malamnya manusia cenderung merasa lelah. Alkohol juga yang menghalangi otak untuk bisa masuk ke dalam REM sleep. Seperti yang sudah dibahas di atas, REM sleep ini yang membantu integrasi memori dan informasi. Kalau tidak ingin apa yang sudah dipelajari terkikis begitu saja, better stay away fromit.

  3. Perlu minum kopi supaya "on" dan bisa beraktivitas.

    Solusi supaya nggak ngantuk pada dasarnya adalah dengan mendapatkan tidur yang lamanya pas dan berkualitas. Kafein disingkirkan dari tubuh oleh enzim yang ada di hati (yang seiring bertambahnya usia, kerja enzimnya pun menurun). Minum kopi di siang atau sore hari, bisa berakibat sulit tidur di malam harinya. Tapi, apa yang terjadi pada saya, tidak bisa dibandingkan dengan orang lain karena setiap orang punya versi enzim yang berbeda. Wajar dan pantas saja kalau saya minum kopi lewat jam 2 siang, hampir bisa dipastikan akan susah tidur, sementara papa dan kakak saya bisa menenggak kopi habis makan malam pun bisa tidur pulas dengan mudahnya.

  4. Mandi malam bikin segar dan malah susah tidur.

    Matthew Walker memberi penjelasan yang menarik tentang mandi malam. Jika kita mandi air panas (atau hangat), pembuluh darah membesar sehingga membantu memancarkan panas dari dalam tubuh. "Pekerjaan" ekstra ini yang membuat suhu inti tubuh menurun. Karena suhu inti lebih “dingin” inilah kita bisa lebih mudah tidur.

  5. Tidur siang bisa membantu.

    "No matter what you may have heard or read in the popular media, there is no scientific evidence we have suggesting that a drug, a device, or any amount of psychological willpower can replace sleep. Power naps may momentarily increase basic concentration." Sedangkan akibat dari jam tidur yang berkurang sudah terlanjur terjadi.

  6. Bangun pagi atau nggak itu perkara mau atau tidak saja.

    Nyatanya, lebih kompleks daripada itu, dan tidak bisa dipukul rata. Hanya karena saya bisa bangun di jam sekian, bukan berarti Anda juga harus bisa terbiasa bangun di jam yang sama. Ritme tiap orang berbeda, dan umumnya dibagi menjadi tiga kelompok yang saya yakin sebenarnya kita sudah tahu: morning larks (yang bangun pagi dan tidur lebih awal), night owls (yang tidur lebih malam, dan otomatis bangun lebih siang. Ini biasanya genetik, kalau salah satu orang tua tergolong night owl, kemungkinan salah satu anaknya pun ada yang mewarisi), dan campuran (berada di tengah-tengah, cenderung lebih ke malam).

  7. Tidur lebih lama di akhir pekan terhitung sebagai "bayar hutang".

    Dalam hal ini, otak manusia tidak bisa memulihkan apa yang sudah terlanjur terjadi akibat kurang tidur. Kita tidak bisa juga membayar apa yang sudah hilang di satu waktu di kemudian hari. Matthew Walker juga mengatakan poin penting di buku ini bahwa menghitung total jam tidur sepanjang minggu atau bulan saja tidak cukup. Ada hal yang tak kalah penting: kontinuitas tidur. "sleep continuity—consistently getting seven to nine hours of sleep opportunity each night, every night, without running a debt during the week and hoping to pay it off by binge-sleeping at the weekend—is just as important as total sleep time if you are to receive the mental and physical health benefits of sleep."

Apa yang bisa kita lakukan untuk bisa mendapatkan tidur sehat?

Ada 12 kiat yang dibagikan di dalam buku ini. Di sini, saya hanya akan memilih dan mengadaptasinya menjadi 5 (plus 2 tambahan dari saya).

  1. Punya jadwal tidur yang teratur. Mengatur jam berapa sudah harus berada di kasur, karena dari berbaring hingga tidur pun perlu waktu. Untuk membantu ini, saya menggunakan fitur bed time di handphone. It does help to remind me when I should go to bed and at least try to sleep. This bed time mode on iPhone also mute all notification so I won't get distracted.

  2. Menghindari kafein dan nikotin. Pemasok kafein beragam, kalau di hidup saya tersangka utamanya ya hanya kopi. Sekarang pun saya tetap minum kopi, kok. Belum bisa putus. Perbedaannya hanyalah sebelum membaca buku ini, saya bisa minum 2-3 gelas kopi dalam sehari. Setelah membaca buku ini, saya batasi hanya di pagi hari sehingga tidak ada efek terus melek sampai tengah malam. Sedangkan untuk nikotin, Matthew Walker menyampaikan di buku ini, “Nicotine is also a stimulant, often causing smokers to sleep only very lightly. In addition, smokers often wake up too early in the morning because of nicotine withdrawal.” I don’t smoke, so I can’t tell you much about the nicotine part. Please do share if you’ve tried to limit the nicotine intake and notice some improvements (or not) in comments down below.

  3. Menghindari alkohol sebelum tidur.I drink ocassionally, so this is way easier than cutting off caffeine.

  4. Kamar yang gelap, dingin, dan bebas gadget. Tidur dalam kamar gelap sudah jadi kebiasaan, jadi hal ini sudah mudah. Untuk suhu kamar, ada rekomendasi suhu yang Matthew Walker berikan yaitu 18,3°C. Mirip seperti jumlah kalori yang idealnya punya angka tertentu, suhu kamar pun begitu. Sekarang saya akan menyetelnya di 18°C satu jam sebelum tidur, lalu saat masuk kamar dan ingin tidur baru saya naikkan beberapa derajat supaya nggak terbangun karena kedinginan. Bebas gadget saya limitasi dengan tidak lagi memegangnya saat sudah di kasur. Saya masih tetap menyimpan handphone yang berfungsi sebagai alarm. Other than that, I try my best to stop myself from holding my phone.

  5. Mandi air panas (atau hangat) sebelum tidur. Ada beberapa ajaran yang diwariskan turun-temurun: “Jangan mandi malam-malam, nanti masuk angin” yang menempel di dalam otak secara nggak sadar. Ada image kalau mandi malam itu nggak baik untuk kesehatan sehingga selama ini terbiasa dihindari. Setelah membaca buku ini, saya mencoba untuk mandi air hangat paling cepat jam 9 malam, seringnya malah setengah 10 malam. It does help, I think, with combination of all things I’ve mentioned above.

  6. Kiat tambahan #1: Journaling. Salah satu penyebab saya sulit tidur adalah kusutnya pikiran, dan terlalu banyak yang dipikirkan. Ada masanya saya seperti nggak bisa berhenti memikirkan ini itu, sehingga walau sudah di kamar tidur, sudah di kasur, sudah memejamkan mata, tetap sulit untuk beristirahat karena banyak sekali pikiran yang berseliweran. Dengan rutin menulis jurnal, saya setidaknya bisa mengeluarkan apa yang ada di dalam isi kepala dan ada rasa lega yang membantu untuk lebih tidur. Kalau tidak suka menulis jurnal, alternatif lain yang bisa dicoba adalah mengetik di handphone atau komputer, bisa juga merekam suara seperti voice diary di handphone. The point is, let it all out.

  7. Kiat tambahan #2: Mulai dengan kebiasaan baru yang paling mudah dilakukan. Ada banyak kiat, tapi sebelum jadi "beban" untuk dicoba semuanya, saya mulai dari yang paling mudah terlebih dulu. I know myself too well. I know my own pattern. Saya tahu saya akan jadi jengkel kalau harus melakukan banyak hal/kebiasaan asing yang sebelumnya jarang dilakukan secara bersamaan. Saat jengkel, saya juga tahu saya bahkan bisa berhenti melakukannya sama sekali karena merasa semua itu merepotkan. That's why I started with the easiest part, take a warm shower at night. Lalu baru disusul dengan yang hal mudah lainnya. I give myself enough time to adapt.

One last thing that we can do is hold our tongue before judging other people, especially those who have different rhythm like we do.

Dalam hidup, kita pasti akan berinteraksi dan bekerja dengan orang lain. Pasti ada beberapa kompromi yang perlu dilakukan saat menjalani hari-hari karena kita hidup bersama dan berdampingan dengan orang lain. We can not live alone. Kita yang memiliki pekerjaan kantoran atau ada di institusi tertentu, pasti memiliki jam masuk yang biasanya berada di kisaran 07:00-09:00, tergantung bidangnya apa. Seperti yang sudah disebut di atas, ritme tiap orang bisa berbeda. Ada orang yang memang mudah bangun pagi, ada yang sulit bangun pagi karena memang bukan ritme tubuhnya. Bukan berarti bisa semena-mena menuntut agar aturan yang ada diubah, ya. Setidaknya kita bisa coba untuk mencari titik tengah yang bisa menghargai orang lain.

Contoh tersimpel yang saya bayangkan saat ini adalah mengatur waktu meeting agar tidak terlalu pagi. Kalau kita berada di posisi untuk bisa menentukan waktu meeting, pilih waktu yang setidaknya semua orang sudah dalam keadaan terjaga sehingga diskusi dan sesi brainstorming bisa berjalan dengan efisien. Tidak semua orang sudah bisa berfungsi maksimal di pagi hari kan? Bukan berarti saya juga menyarankan untuk masuk kerja sesukanya. Aturan perusahaan/institusi dibuat ada untuk menjaga keteraturan suatu organisasi yang terdiri dari banyak orang. Kalau setiap orang masuk kerja sesukanya, akan sulit untuk menemukan waktu yang tepat untuk mengerjakan atau mendisuksikan suatu proyek karena orang-orangnya tidak komplet. It's going to be chaotic and not conducive.A simple act as understanding and not saying nyinyir comments will helpfor a start.

Berbeda dengan buku bagus lainnya yang sering saya habiskan cepat-cepat, Why We Sleep saya baca dengan sangat santai. Buku ini punya informasi yang sayang kalau dilahap secara kilat. Sekalian saya ingin membuktikan fungsi memory storing dan integrasinya, jadi biasanya saya baca buku ini sebelum dan sesudah tidur. Hahaha. Ini buku pertama yang begitu selesai dibaca, saya tidak punya bayangan ingin merekomendasikannya pada si A, si B, atau si C. Ini buku pertama yang begitu selesai dibaca, langsung ingin saya rekomendasikan untuk semua orang. Karena kita semua perlu berhenti memandang tidur dengan sebelah mata.