Menemukan Kenyamanan dalam Produktivitas (+ 5 Rekomendasi Bukunya)
Untuk blog post hari ini, saya mengusulkan tema genre bacaan yang mendatangkan comfort pada Hesti dan Sintia. Sedari minggu lalu, saya jadi memerika ulang isi rak buku di rumah dan “rak buku” yang ada di Goodreads. Ya ingin memastikan kalau memang apa yang saya anggap jadi comfort genre masih yang sama.
Saat “merumuskan” apa yang dianggap nyaman, definisi dari kata nyaman itu sendiri jadi dipertanyakan. Nyaman yang seperti apa? Apakah nyaman yang diartikan segar, sehat, sedap, sejuk, atau enak seperti yang ada di KBBI? Rasanya kalau itu kurang pas untuk diaplikasikan pada kondisi setelah seseorang membaca buku.
Kalau lihat dari kata dalam bahasa Inggris, ada yang menjelaskan comfort sebagai a pleasant feeling of being relaxed and free from pain, atau a feeling of relief or encouragement. Dua ini menurut saya lebih cocok kalau disambungkan setelah membaca buku.
Dari beberapa buku yang saya baca, pada akhirnya saya perlu melakukan tebang pilih sambil terus bertanya pada diri sendiri, sampai akhirnya jelas pilihannya: Self-development, dan persisnya pada productivity.
Tentu saja dulu saya juga sempat merasa, “Ini gue yang aneh sendiri apa gimana ya? Kok kayaknya orang lain cari comfort di genre banayakn milih yang lebih ‘seru’ atau menghibur.” Hahaha.
Tapi ya saya nggak bisa menampik kalau membaca buku tentang produktivitas punya keseruannya sendiri, dan buku-buku ini yang bisa memberi saya rasa rileks, lega, dan dorongan untuk jadi lebih baik lagi.
Rileks karena saya dibekali serangkaian langkah untuk mengerjakan dan menyelesaikan apa yang memang penting sehingga punya waktu luang untuk melakukan hal-hal lain yang saya mau.
Lega karena saya tidak punya kewajiban-kewajiban yang menggunung dan terabaikan terlalu lama.
Dorongan untuk terus jadi meningkatkan dan mengembangkan diri, mulai dari gimana caranya fokus dan pakai waktu untuk menambah hard skills, sampai alokasi waktu buat mengasah soft skills juga konstan adanya. Mulai dari hal yang terlihat remeh tapi sebenarnya penting, sampai yang memang jelas dari awal kelihatan penting.
Saat ada yang nggak beres, nggak teratur, atau melenceng dari jalur, muncul rasa tidak nyaman yang jadi ganjalan.
Saya justru menemukan kenyamanan saat apa yang bisa saya kontrol berada di jalur yang (saya anggap) benar, dan mampu diatur dan tersusun dengan baik.
Beberapa buku inilah yang bisa saya andalkan untuk masuk ke dalam zona nyaman, untuk mengingatkan kalau ada kok cara untuk mengurai blocker-blocker yang menghambat, dan untuk mengingatkan kalau hidup dengan kesadaran, dengan memilih untuk fokus pada aktivitas yang penting, ternyata jauh lebih nyaman :)
Rekomendasi Buku
1. Getting Things Done (David Allen)
Buku ini sering disebut sebagai “kitab” nya produktivitas. Kalau cari di YouTube, banyak channel-channel planner yang menerapakan metode Getting Things Done (GTD) ini ke dalam aktivitas mereka sehari-hari.
Metode GTD ini dikenal dengan capturing → clarifying → organizing → reflecting → engaging lengkap dengan diagram workflow-nya. Beberapa hal dari apa yang diajarkan David Allen ini tentu nggak semuanya bisa diterapkan dan cocok buat aktivitas maupun rutinitas banyak orang. Kebanyakan apa yang di buku ini rasanya cocok buat “pekerja kantoran” atau pebisnis, tapi konsep dasari dari capture, clarify, organize, reflect dan engage dan penjelasannya ini sangat berguna dan bisa diadaptasikan sesuai kebutuhan saya.
2. The Bullet Journal Method (Ryder Carroll)
Saya pertama kali berkenalan dengan mindfulness dan productivity system, percaya nggak percaya ya karena bullet journal. Makin menjadi-jadi setelah baca The Bullet Journal Method, karena Ryder Carroll pintar sekali memberi alasan akan kenapa pentingnya melakukan A, B, C dan berbagai macam modifikasi yang bisa dicoba di dalam bullet journal. Buat saya, buku ini membantu untuk mengidentifikasi apa yang penting dan apa yang perlu dilakukan dengan kesadaran.
Serupa tapi tak sama, The Bullet Journal Method dan Getting Things Done sama-sama berpihak pada sistem analog alias menulis di atas kertas/buku. Menulis yang lebih lama dari mengetik, secara nggak langsung memaksa untuk lebih berpikir, mengekstrak apa yang memang penting untuk dicatat dari sekian banyak informasi yang kita hadapi.
Ini salah satu buku yang sering saya pilih/comot bagian tertentu untuk dibaca ulang :)
3. Make Time (Jake Knapp and John Zeratsky)
Premis dari buku ini menarik: Ada dua powerful forces yang berebut ingin mengambil waktu kita: Busy Bandwagon dan the Infinity Pools. Budaya sibuk, sibuk, dan sibuk. Dan distraksi yang terus datang dari kanan-kiri-depan-belakang. Buku ini ditulis oleh dua orang perancang design sprint di Google Ventures, dan mereka berbagi 87 practical tips yang bisa dicoba.
Tentu saja semuanya tidak perlu ditelan bulat-bulat. Beberapa di antaranya ada yang rasanya biasa aja alias sudah lumrah deh sepertinya, dan ada juga yang sudah saya praktikkan sehari-hari sebelum baca buku ini. Namun, saya masih menemukan beberapa taktik yang menarik dan nggak pernah terpikirkan untuk benar-benar dicoba dan diterapkan dalam pekerjaan, salah satunya adalah be slow to respond. Nggak perlu balas chat terlalu cepat kalau bukan untuk hal major yang berpotensi bikin perusahaan rugi sekian miliar.
4. Atomic Habits (James Clear)
Salah satu buku favorit yang membantu saya untuk mulai memperbaiki kebiasaan, merancang rutinitas dengan lebih baik supaya bisa lebih produktif. Walau saat dibaca ulang saya punya beberapa pendapat yang beda, tapi sebagian besar dari isi Atomic Habits ini tetap berguna dan bisa jadi guidance yang selalu bisa diandalkan.
James Clear memberikan contoh dan detail langkah yang mudah ditiru dan diaplikasikan sehingga rasanya setelah membaca buku ini nggak ada lagi alasan “nggak bisa” mengubah/mengurangi kebiasaan buruk/bikin kebiasaan baru. Tinggal perkara penting atau nggak, dan apakah jadi prioritas saat ini atau nggak.
5. Deep Work (Cal Newport)
Kalau ditanya siapa penulis yang belakangan ini saya suka, Cal Newport jadi jawabannya. Beberapa tulisannya berotasi di deep work dan dia menekankan pentingnya mengeliminasi distraksi semaksimal mungkin yang kita bisa.
“Deep Work: Professional activities performed in a state of distraction-free concentration that push your cognitive capabilities to their limit. These efforts create new value, improve your skill, and are hard to replicate.”
Buat sebagian pembaca mungkin argumen dan usul dari Cal Newport bisa terasa terlalu ekstrem, tapi saya justru terinspirasi dari kekeraskepalaan dia untuk memakai waktu dan menjaga fokusnya untuk mengerjakan hal-hal yang menurutnya meaningful. Catatan Baca dan beberapa highlights Deep Work bisa juga dibaca di sini ya kalau mau icip tulisannya Cal Newport.
How about you? Apa yang jadi comfort genre pilihan, dan kenapa pilih itu? Share juga di komentar ya!