Journaling Setiap Hari, Apa Aja yang Ditulis?
Bulan lalu, saya sempat share di Instagram alasan mengapa saya menulis jurnal, dan mengapa saya memilih ini sebagai salah satu bentuk self-care yang rutin dilakukan. Saat diajak Instagram Live dengan Yohana untuk ngobrolin ini, ada beberapa pertanyaan yang dilemparkan oleh penonton karena memang biasanya, buat yang nggak pernah atau jarang menulis, saat melihat jurnal bisa jadi malah memunculkan kebingungan.
Apa saja yang ditulis?
Hari-hari gue ya begini aja, apa yang perlu ditulis di jurnal?
Mirip seperti yang saya tulis di Instagram post, journaling bukan untuk semua orang. Saya nggak bisa mengklaim ini bentuk atau cara yang paling oke untuk merawat kesehatan dan kewarasan diri, karena setiap orang pasti punya cara dan kesukaan yang berbeda. Tapi buat kamu yang mau coba, ini beberapa hal yang saya lakukan dan membantu.
Mulai dengan prompts
Prompt ini bisa berupa tema atau pertanyaan yang memancing kita untuk mengeksplor dan menjelajahi apa yang ada di pikiran. Ada prompt yang disusun dengan tema besar seperti self-discovery, mental health, creativity (banyak sekali tersebar di internet), tapi saya lebih suka mencampur beberapa prompt dan membaginya sesuai dengan waktu kapan saya menulis jurnal.
Morning Journaling:
Hari ini, mau set intensi untuk melakukan apa? (Highlight of the day)
Saya tipe orang yang pasang target harian. Nggak harus grande. Sesimpel, hari ini saya mau block waktu tiga jam untuk riset. Dan satu atau dua jam berikutnya untuk susun plan. Dengan menuliskannya, pikiran saya otomatisAda yang mengganjal dalam pikiran?
Nah, ini momen “buang sampah” yang paling bikin plong. Keluarin dulu apa yang menuhin kepala, apa yang ganggu, tulis di atas kertas. Setelahnya, biasanya kepala lebih ringan dan bisa fokus buat mengerjakan kewajiban.Apakah ada ide-ide yang muncul pagi ini?
Ini juga nggak kalah pentingnya. Kadang ide bisa muncul mendadak. Saat baca kalimat di buku, saat ngopi santai, atau saat lagi bengong sebelum menyalakan laptop bisa muncul ide yang menarik untuk digarap. Tangkap, dan tulis biar nggak hilang. Setelah kasih jeda dan jarak, tengok lagi. Mana yang memang bisa dilakukan, dan masuk ke dalam schedule.Afirmasi/mantra/doa (whatever you call it)
Ini dia momen “menghipnotis” diri sendiri. Hahaha. Saya terkadang menulis afirmasi yang sama sampai beberapa kali biar terus berulang di kepala, atau tulis sekali tapi besar-besar dan dihias-hias dikit biar lebih lama nulisnya supaya lebih terekam di benak.
Evening Journaling:
Day log. Apa aja yang terjadi, dan apa yang saya lakukan hari ini?
Aktivitas rutin yang terus berulang setiap hari sih nggak saya tulis lagi. Yang ditaruh di sini lebih ke peristiwa atau hal unik dari hari tersebut. Misalnya, hari ini mendadak kepingin masak nasi goreng buat makan siang. Itu bisa saya tulis di jurnal karena di hari-hari “normal”, saya nggak punya minat dan niat untuk memasak sama sekali.Apakah ada cerita dari hari ini?
Bisa cerita happy, sedih, lucu, mengharukan, menginspirasi, atau yang seru seperti habis meeting kerjaan lanjut main game daring bareng satu divisi.Apresiasi untuk progres hari ini. Pat myself on the back.
Ini biasanya saya pasangkan dengan project yang cukup besar dan perlu serangkaian step sampai bisa mendatangkan kepuasan, atau saat ingin membangun kebiasaan baru yang dilakukan secara bertahap. Saat ada progres yang dilakukan hari ini, saat apa yang dilakukan lebih baik dari kemarin, saya tulis juga di jurnal.Adakah yang saya pelajari hari ini? Atau, adakah yang ingin saya ingat hari ini?
Tiap hari saya membaca atau menonton sesuatu. Bisa dari buku, Instagram post, artikel, YouTube video, atau kelas daring yang saya ikuti. Saat ada informasi, insight, atau pemahaman baru yang menurut saya penting atau perlu disimpan, saya tulis juga di jurnal.Apa yang bisa saya perbaiki dari hari ini?
Misalnya, hari ini ternyata saya bangun kesiangan, lalu jadi nggak bisa melakukan morning routine seperti biasa. Alhasil cranky karena mau melakukan ini itu di pagi hari sudah terlewat waktunya. Apa yang bisa saya ubah supaya besok nggak terjadi hal yang serupa? Bisa mulai dari tidur lebih awal, atau sesimpel nahan diri supaya nggak minum kopi di sore hari.
Isi jurnal kapan saja saat merasa butuh
Kadang, ada aja beberapa hal atau kejadian yang nggak diduga kemunculannya. Bisa bikin makin semangat, tapi bisa juga malah menuh-menuhin pikiran. Kalau efeknya seperti yang terakhir, saya bisa ambil break 15-30 menit dulu buat journaling di tengah hari atau kapan pun saat saya merasa butuh. Keluarin dulu ke dalam tulisan, terus lihat: Ini yang aneh apa sih? Kenapa kok gue keganggu banget sama XXXX? Gue bisa ngapain abis ini?
Yang masuk ke dalam area kontrol saya, saya kontrol.
Yang di luar kontrol saya, saya relakan.
Buat semudah dan semenyenangkan mungkin
Ada yang bertanya, “Gimana kalau belum biasa menulis?”
Nggak apa-apa, kok. Nggak mesti harus pandai merangkai kata seperti novelis untuk menulis jurnal. Tulis saja dulu. Nggak perlu memusingkan seperti apa kalimatnya karena yang ditulis kan untuk diri sendiri, bukan untuk dibaca orang lain. Nggak ada grammar police yang ngoreksi “eh ini kalo lo nyeritain kejadian kemarin pakai bahasa Inggris, mestinya pakai was, bukan is!” atau “Praktik yang baku kali, bukan praktek!”
So, santai saja. Tulis saja. Ala kadarnya pun nggak apa-apa :)
Nggak ada aturan harus nulis berapa paragraf atau berapa halaman. Prompts yang ada di atas kalau mau dijawab dengan satu kalimat, bahkan satu kata ya nggak apa-apa juga, lho. Mau dijawab semua bisa, mau pilih satu juga bisa. Mau nulis yang lain di luar itu ya sangat bisa.
Saat memulai, nggak perlu pasang target yang malah mengintimidasi diri sendiri. Bikin menulis jurnal ini jadi aktivitas yang gampang dan menyenangkan. Biar makin semangat, kondisikan sesuai dengan apa yang disuka:
Suka dengan pulpen warna-warni? Pakai!
Senang dengan stiker-stiker gemes? Tempel!
Kepingin banget coba kolase bergaya vintage? Bikin!
Ah ribet kalau aneh, aneh, maunya nulis aja nggak usah dimacem-macemin. Monggo!
Pingin nulis jurnal sambil dengerin lagu BTS? Mainkan! :p
Kenali diri sendiri, cari tahu apa yang dianggap fun oleh kita, lalu masukkan unsur itu saat menulis jurnal.
Pilih notebook dan alat tulis yang disuka
Buat saya, alat tulis yang dipakai punya peran penting. Kalau suka dengan barangnya, waktu menulis jurnal justru sudah saya nanti-nantikan. Kalau kertas notebook-nya kurang sesuai selera (tinta pulpen tembus, gampang sobek/lecek), atau pulpennya gampang macet, ujung-ujungnya saya jadi malas duluan.
Nggak perlu beli notebook dan pulpen mahal (walau mahal itu relatif). Bisa sesuaikan notebook dengan pulpen yang pasti dipakai, atau sebaliknya, cari pulpen yang cocok untuk notebook yang pasti dipakai. Ibarat teman, notebook dan pulpen yang klop pun cocok-cocokkan. Agak milih-milih ya wajar, biar pertemanannya sehat dan langgeng.
Untuk notebook, saya suka dengan kualitas kertas brand Jepang seperti Midori, Hobonichi (Tomoe River paper), dan Traveler’s Company. Selain itu, notebook dari Rhodia, Scribbles That Matter, dan Leuchtturm1917 juga pernah dicoba, dan ada yang sedang masuk dalam rotasi. Karena sering juga pakai fountain pen untuk menulis, saya sengaja cari notebook yang kertasnya sanggup menghadapi tinta fountain pen. Kriteria ini terpenuhi dari notebook keluaran brand-brand yang saya sebut tadi.
Namun, kalau kamu lebih suka memakai gel pen atau ballpoint pen, pilihan notebook yang bisa dipakai tentu jadi lebih banyak lagi, termasuk dari brand lokal. Beberapa notebook dari brand lokal pernah saya ulas di video ini:
Baca juga: Mau Journaling, Pakai Satu atau Beberapa Buku Sekaligus Sih?
Udah coba, tapi nggak bisa nulis jurnal tiap hari. Nggak apa-apakah?
Nggak apa-apa dong. Buat saya, journaling ini cara untuk mengurai ganjalan, menenangkan diri, dan ambil jeda untuk berhenti dari berbagai aktivitas. Kalau ada hari di mana saya merasa sudah lelah dan minim energi untuk menulis, saya nggak akan memaksa diri untuk duduk dan mengisi jurnal. Kalau sisa waktu yang dipunya lebih cocok dipakai untuk istirahat, ya saya jelas pilih tidur daripada isi jurnal. Jangan sampai metode self-care yang ini malah berbalik arah jadi beban yang bikin stres, ya. Hahaha.
Biasanya, kalau tetap ada yang mau saya ingat, saya bikin oret-oretan simpel aja:
Ngobrol sama X: (key point 1), (key point 2)
Weekend ini coba bikin YYYY, tadi lihat artikel di ZZZZ dan banyak tips oke.
Dapet rekomendasi DraKor XX dari YY.
Hari ini senang banget karena berhasil xxxxxx.
Dari situ, kalau saya mau mengelaborasi, bisa ditulis lebih lengkap esok harinya, atau kapan pun saat sempat. Kalau nggak, ya bullet points begitu saja pun cukup buat saya tahu kemarin itu ngapain aja, nemu apa, abis ngobrol sama siapa, atau terjadi apa.
Happy journaling!
P.S. Bulan depan ada “Les Journaling Bareng Griss” yang ditujukan supaya peserta yang ikut bisa mulai journaling dengan panduan dan framework dari materi sekaligus journaling prompts yang sudah disiapkan. Tiap sesinya dirancang dengan tema khusus supaya sesi menulis jurnal bisa lebih fokus. Klik link ini untuk informasi selengkapnya ya :)